Tuesday, April 30, 2013

ada apa dengan cinta




posted: by aspuri


Cinta seperti itulah yang dialami oleh para wanita bangsawati terhadap Yusuf as. Saat terpesona dengan ketampanan wajah Yusuf, tanpa sadar mereka sendiri. Cinta semacam itu pula yang dialami seorang wanita yang langsung mengalami haid begitu melihat wajah tampan Mush'ab bin Umair. Cinta sejenis itu juga yang memenuhi ruang-ruang jiwa Khaulah binti Hakim yang memasrahkan dirinya kepada Nabi Muhammad SAW hingga membuat Aisyah berkata, "Tidak malukah seorang wanita yang memasrahkan dirinya kepada seorang laki-laki?"

Jiwa yang mencinta tentu tahu bagaimana jalan untuk berdampingan dengan jiwa yang dicinta. Ia akan terus memendarkan daya tarik. Ia akan terus menebar pesona hingga antara jiwa yang mencinta dengan jiwa yang dicinta akan seperti api dengan tungku atau laksana laksana lebah dan bunga. Jiwa yang mencinta tidak akan pernah bisa diam. Sebab hakikat cinta adalah gerakan jiwa yang mencinta terhadap jiwa yang dicinta. Jiwa yang mencinta tidak pernah letih untuk menghembuskan nafas cinta kepada jiwa yang dicinta.

Gerakan cinta seperti di atas pernah mengalir deras dalam diri Abdullah bin Abu Bakar ra saat menceraikan istrinya dengan sekali talak. Sang ayah, Abu Bakar ash Shidiq, meminta dirinya menceraikan belahan jiwanya karena dianggap sebagai penyebab dirinya lalai shalat berjamaah di masjid. Relung-relung hatinya dipenuhi rasa rindu yang menderu. Wajah lembut Atikah binti Zaid terus membayang. Ia tak kuasa menepikan senyum manis pelabuhan cintanya itu. Ia tak mampu membendung laju aliran cinta yang memenuhi rongga-rongga jiwanya.

Karena tak kuat membendung aliran cintanya, akhirnya Abdullah bin Abu Bakar pun sengaja duduk di jalan yang selalu dilewati sang ayah saat pergi shalat ke masjid. Begitu melihat kedatangan lelaki yang paling dicintai Rasulullah itu, ia pun bersenandung pilu: "Aku tak mengerti mengapa diriku tega menceraikannya. Aku juga tak pula mengerti tentang dirinya yang telah rela dicerai tanpa dosa. Dia mempunyai akhlak yang baik dan kelembutan akhlak yang lurus di dunia dan di hari kemudian." Air mata rindu pun mengalir membasahi wajah gagahnya. Hati sang ayah pun luluh. Lelaki pertama yang beriman kepada Rasulullah itu pun kemudian memperkenankan putra tercintanya untuk rujuk kembali dengan tambatan hatinya.

Cinta memang tak bisa dibendung, sebab ia adalah anugerah. Cinta memang tak bisa dihadang, sebab ia adalah karunia. Namun cinta harus dialirkan selaras aliran cinta Sang Maha Pemilik Cinta. Cinta harus digerakkan searah dengan gerakan cinta Sang Maha Pencinta. Sehingga gerakan cinta jiwa kita kepada jiwa kekasih kan terus senyawa dengan gerakan cinta semesta. Cinta seperti itu akan kekal. Cinta seperti itu tak akan terbatasi oleh sekat-sekat ruang dan waktu. Cinta sejati tak pernah menyusut walau sang pelabuhan cinta tak lagi ada di sisinya.

Cinta itu pasti akan menyebabkan gerakan jiwa. Jiwa itu diciptakan dalam keadaan bergerak. Gerakan cinta jiwa itu bersifat alami. Siapapun yang mencintai seseorang, tentu akan merasakan kenikmatan dan ketenangan. Jika jiwa itu tidak diisi cinta sama sekali, maka ia akan lamban, malas dan sulit bergerak. Gerak cinta jiwa yang tiada henti kepada jiwa yang dicinta akan begitu indah dipandang, dilihat dan dirasakan. Gerak cinta seperti itu bergerak menembus batas ruang dan waktu. Seperti gerak cinta jiwa Rasulullah SAW kepada jiwa Khadijah ra. Saat Khadijah sudah tiada, gerak cinta jiwa Rasulullah tidak pernah berhenti menyapa. Semoga seperti pula kualitas gerak cinta jiwa kita kepada jiwa sandaran hati kira masing-masing. Amin.

No comments: